Selasa, 14 Januari 2014

PERANAN WANITA TANI DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN


PERANAN WANITA TANI DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

ABSTRAK
Perkembangan peran dan posisi kaum perempuan sejak masa lampau hingga saat ini telah menempatkan perempuan sebagai mitra yang sejajar dengan kaum pria.  Perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai bidang.  Perempuan mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi majunya pembangunan negara ini termasuk didalamnya peran dalam bidang pembangunan pertanian.

Salah satu peran perempuan dalam membangun pembangunan pertanian yaitu dengan ikut berperan dalam menciptakan program-program yang mengarah pada pemberdayaan perempuan dengan meluncurkan program diversifikasi pangan dan gizi yaitu program yang berupaya mengintensifikasi pekarangan sebagai salah satu gerakan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat melalui pemanfaatan lahan pekarangan.
Peran perempuan sekarang ini sudah terlihat nyata dalam berbagai bidang, mereka telah banyak yang berpendidikan tinggi, mereka tak canggung dalam berjuang di masyarakat menurut bakat dan kemampuannya masing-masing.  Insinyur pertanian sebagaian besar adalah perempuan, jadi sangatlah besar peran perempuan dibidang pembangunan pertanian diberbagai daerah, dengan memposisikan dirinya sebagai pembuat lapangan kerja dibidang pertanian, sebagai motivator, dinamisator dan regulator di bidang pertanian baik yang bergerak di swasta maupun di pemerintahan.
Perempuan telah menyumbangkan jumlah waktu yang sedikit lebih rendah daripada pria dalam mencari nafkah dan kegiatan di luar rumah lainnya, namun wanita jauh lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus rumahtangga. Tugas untuk mengurus, membimbing, dan mendidik anak-anak merupakan tanggung jawab utama seorang ibu.


Latar Belakang

Menurut Pudjiwati Sajogyo, 1984 dalam penelitiannya tentang peranan perempuan dalam perkembangan masyarakat desa mengungkapkan betapa besar sumbangan perempuan dalam ekonomi masyarakat dan rumahtangga maupun dalam kehidupan keluarga. Nampaknya perkembangan masyarakat desa dewasa ini memerlukan partisipasi perempuan. Dalam transisi ke arah industrialisasi seperti terutama terjadi di daerah perkotaan ternyata bahwa tenaga kerja perempuan juga mengambil peranan”.
Pernyataan tentang adanya kesempatan, hak dan kewajiban yang sama bagi pria dan wanita untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan pembangunan seperti yang tercantum dalam GBHN 1983, telah mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja wanita dalam angkatan kerja. Meningkatnya kesempatan memperoleh pendidikan bagi rakyat, termasuk kaum wanita, maka semakin banyak wanita yang memasuki lapangan pekerjaan” (Ihromi, 1990).
Scholz menunjukkan bahwa kontribusi tenaga kerja mereka belum terungkap secara transparan. Baik bila dilihat curahan waktu dan tenaga untuk kegiatan produksi sampai pengolahan hasil dan pemasaran serta kaitannya dengan kegiatan rumahtangga. Dalam perkembangan pertanian, kembali perempuan tidak mampu untuk eksis dikarenakan masih adanya penilaian masyarakat terhadap partisipasi perempuan pada sektor pertanian yang masih mendiskriminasi perempuan serta asumsi yang menyatakan bahwa kegiatan pertanian merupakan urusan laki-laki yang dinyatakan sebagai pengelola usaha tani adalah suami atau kepala keluarga (Paris, 1987 dalam Pratiwi, 2007).
Fenomena di atas dikuatkan dengan norma dan tradisi yang hidup dalam masyarakat. Hal ini juga mengakibatkan mereka kurang menjangkau sumber-sumber ekonomis (tanah, modal dan tenaga) dan berbagai kemudahan dari pemerintah seperti pendidikan keterampilan, penyuluhan dan pelayanan lain seperti halnya kaum laki-laki, perempuan juga memiliki hak – hak asasi selaku perempuan (Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, 1988).
Perkembangan peran dan posisi kaum perempuan sejak masa lampau hingga saat ini telah menempatkan perempuan sebagai mitra yang sejajar dengan kaum pria.  Perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai bidang.  Perempuan mempunyai tanggungjawab yang sama terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi majunya pembangunan negara ini termasuk didalamnya peran dalam bidang pembangunan pertanian.
Perempuan sebagai sumber daya insani yang cukup besar jumlahnya saat ini, merupakan subyek pembangunan yang cukup handal.  Mereka adalah kekuatan potensial bangsa yang hadir dalam jumlah yang tidak hanya besar, tetapi juga berimbang jumlahnya dengan kaum pria.  Keberadaan perempuan tidak dapat diabaikan, karena kenyataan menunjukkan bahwa daya tahan fisik perempuan melebihi kaum pria yakni sekitar 64 tahun bagi perempuan dan 63 tahun bagi pria.
“Peningkatan pemahaman akan peran serta dan kontribusi perempuan dalam pembangunan pertanian akan menimbulkan pemahaman bahwa penyuluhan dan pendidikan keterampilan di bidang pertanian tidak saja ditujukan kepada kaum laki-laki tetapi juga kepada perempuan. Walaupun dalam bidang pertanian perempuan telah memiliki pengakuan secara legal di Indonesia dengan ratifikasi Convention on the Elimination of All Discrimination Against Women (CEDAW) atau Konvensi tentang Hak-hak politik perempuan dengan UU No. 68/1958 dan konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan” (Hartono, 2000).[1]


PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

Istilah ibu rumahtangga (housewife) adalah penemuan yang boleh dibilang baru. Paling lama, istilah itu baru berusia sekitar satu setengah abad ketika istilah itu memulai debutnya dalam ruang-ruang gambar dan dapur di Utara. Sejak itu, istilah ibu rumahtangga menyebar luas dan kini bisa ditemukan di segenap penjuru dunia.
Baik di dunia Timur maupun Barat, perempuan digariskan untuk menjadi istri dan ibu. Sejalan dengan ini, stereotipe yang dikenakan pada perempuan adalah makhluk yang emosional, pasif, lemah, dependen, dekoratif, tidak asertif, dan tidak kompeten kecuali untuk tugas rumahtangga. Sedangkan suami harus menanggung keluarga sehingga status mereka lebih tinggi. Mereka juga mempunyai hak untuk mengendalikan perempuan. Pandangan ini juga terdapat di lingkungan masyarakat Jawa. Perempuan disebut sebagai konco wingking bahkan ada pameo swargo nunut neroko katut.[2]
Dengan demikian biasanya perempuan disosialisasikan untuk berperan sebagai istri dan ibu. Mereka disiapkan untuk menjadi makhluk yang patuh dan tidak asertif. Hal ini bertolak belakang dengan sifat yang dinilai tinggi dalam berkarier seperti agresif, ambisius, produktif, dan sebagainya.[3]
Wanita telah menyumbangkan jumlah waktu yang sedikit lebih rendah daripada pria dalam mencari nafkah dan kegiatan di luar rumah lainnya, namun wanita jauh lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus rumahtangga. Tugas untuk mengurus, membimbing, dan mendidik anak-anak merupakan tanggung jawab utama seorang ibu. Khususnya peran ”mengurus pekerjaan rumahtangga”, seperti: memasak, mencuci, membereskan rumah dan sebagainya, pada beberapa keluarga seringkali dilakukan dengan bantuan pembantu rumahtangga, terutama pada keluarga-keluarga yang keadaan ekonominya relatif baik. Adanya pembantu rumah tangga ini sangat meringankan beban ibu uuntuk menyelesaikan pekerjaan rumahtangga yang seolah-olah tidak ada habisnya.[4]
Permasalahan baru muncul, setelah perlakuan terhadap perempuan dirasakan menimbulkan tekanan demi tekanan, kekerasan, dan ketidakadilan dalam berbagai bentuk kehidupan seperti marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi, dan diskriminasi. Satu contoh klasik betapa beratnya beban dan ketidakadilan yang dialami perempuan dikemukakan oleh the United Nations Commission on the Status of Women (1980).[5]
Pembangunan juga tidak lain dari perluasan proyek menciptakan kekayaan menurut teori ekonomi modern patriarki Barat yang memeras dan menyingkirkan perempuan (Barat dan non-Barat), memeras dan merusak alam, dan memeras dan merusak kebudayaan-kebudayaan. Oleh sebab itu, pembangunan tidak boleh tidak berarti menghancurkan perempuan, kebudayaan dan alam (Shiva, 1997 dalam Mulyawan, 2002).
Konsep pembangunan yang diterapkan di seluruh dunia kini adalah konsep barat, yang pada intinya akan mengubah alam kehidupan tradisional menjadi modern yang diwujudkan dalam struktur ekonomi industri untuk menggantikan struktur ekonomi pertanian. Di dalam masyarakat seringkali perempuan menjadi warga kelas dua, dan menjadi obyek dari berbagai upaya perubahan yang disusun dalam kerangka berfikir yang mengacu pada asumsi yang sangat bias laki-laki. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang menjelaskan mengapa perempuan tertinggal atau ditinggalkan dalam proses pembangunan.[7]
Pada umumnya di dalam program-program pembangunan di tingkat provinsi, kabupaten, maupun desa baik laki-laki maupun perempuan tidak dilibatkan dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan. Hampir semua program kebijaksanaan bersifat top down, sehingga masyarakat hanya tinggal sebagai pelaksana program tersebut. Norma-norma tradisional seringkali masih tetap dijadikan acuan di dalam menyusun program kebijaksanaan, dan terjadi penyeragaman kebijakan untuk pembangunan di pedesaan. Di tingkat desa akses laki-laki terhadap program pembangunan lebih besar daripada perempuan.
Dari pembahasan konsep perempuan terletak pada konsep kodrat perempuan yang tersosialisasi dalam masyarakat sekarang ini sesungguhnya mengandung suatu pengertian penguatan mitos-mitos tentang perempuan. Secara jujur harus diakui bahwa konsep kodrat membatasi pencarian solusi atas permasalahan perempuan. Oleh sebab itu, ada gagasan untuk meninggalkan konsep kodrat dan digantikan dengan konsep martabat perempuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh perempuan saat ini. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perempuan terlibat dalam
pembangunan. Berkenaan dengan hal ini persoalan yang tersisa adalah bagaimanakah dampak pembangunan di negeri ini terhadap perempuan (Noerhadi, 1989).
“Di Afrika, dimana perempuan menanam sebagian besar tanaman pangan, praktik yang konsisten mengenai pentargetan laki-laki dan akses terhadap tanah dan input pertanian, dan tidak mengikutsertakan perempuan, berpengaruh besar atas jumlah bahan pangan yang ditanam. Keyakinan tentang peran perempuan juga mempengaruhi proses land reform di berbagai belahan dunia. Asumsi bahwa laki-laki adalah petani menimbulkan akibat dalam pengakuan hak-hak tanah formal kepada laki-laki, sekali pun secara tradisional perempuan menggunakan tanah tersebut untuk menanam bahan pangan baginya keluarganya” (Moose, 1996).
Peran perempuan sekarang ini sudah terlihat nyata dalam berbagai bidang, mereka telah banyak yang berpendidikan tinggi, mereka tak canggung dalam berjuang di masyarakat menurut bakat dan kemampuannya masing-masing.  Insinyur pertanian sebagaian besar adalah perempuan, jadi sangatlah besar peran perempuan di bidang pembangunan pertanian di berbagai daerah, dengan memosisikan dirinya sebagai pembuat lapangan kerja di bidang pertanian, sebagai motivator, dinamisator dan regulator dibidang pertanian baik yang bergerak di swasta maupun di pemerintahan.
Sebagai salah satu peran perempuan dalam membangun pembangunan pertanian yaitu dengan ikut berperan dalam menciptakan program-program yang mengarah pada pemberdayaan perempuan dengan meluncurkan program diversifikasi pangan dan gizi yaitu program yang berupaya mengintensifikasi pekarangan sebagai salah satu gerakan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Perempuan tani harus pandai mengatur, mengelola penghasilan yang relatif rendah agar mencukupi kebutuhan keluarga. Banyak perempuan tani yang bergerak dalam sektor perdagangan hasil pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura (tanam hias dan anggrek), juga dalam perternakan dan perikanan.[8]
Sementara itu, perempuan tani di pedesaan juga mengurus anak-anak dan mungkin orang tua yang tinggal bersamanya. Bagi yang tidak memiliki lahan garapan, ia mencari nafkah sebagai buruh tani. Pada kenyataannya, perempuan buruh tani menerima upah lebih rendah dibanding laki-laki. Situasi tersebut terasa berat bagi perempuan petani yang sekaligus merangkap kepala keluarga yang harus menanggung anak-anak dan orang tua. Guna mengeliminir semakin banyaknya tenaga kerja muda yang hijrah ke sektor lain (non pertanian), perempuan tani yang berkiblat pada pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian memerlukan dukungan berbagai pihak. Hal ini penting untuk memberi keyakinan pada generasi muda, kader-kader pelaku bisnis pertanian bahwa sektor ini mampu memberikan jaminan hidup layak.




Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal penting berikut.
  1. Peran perempuan sekarang ini sudah terlihat nyata dalam berbagai bidang, mereka telah banyak yang berpendidikan tinggi, mereka tak canggung dalam berjuang di masyarakat menurut bakat dan kemampuannya masing-masing.  Insinyur pertanian sebagaian besar adalah perempuan, jadi sangatlah besar peran perempuan dibidang pembangunan pertanian diberbagai daerah, dengan memposisikan dirinya sebagai pembuat lapangan kerja dibidang pertanian, sebagai motivator, dinamisator dan regulator di bidang pertanian baik yang bergerak di swasta maupun di pemerintahan.
  2. Pembangunan memiliki arti yang dipahami oleh masyarakat luas sebagai perubahan ke arah yang lebih baik dan strategi pembangunan menentukan berbagai aspek yang akan diambil sebagai salah satu tahap dalam pelaksanaan pembangunan.
  3. Ketergantungan yang besar bagi perempuan terhadap laki-laki, dan  beban kerja ganda tetap akan menjadi tanggungan dari perempuan dilihat tidak adanya nilai tenaga kerja perempuan di sektor publik yang disebabkan oleh stereotipe bahwa perempuan identik pada pekerjaan domestik.
Saran
Perempuan mempunyai akses yang sama dalam hal pembangunan pertanian. Perempuan ikut berperan dalam pengambilan keputusan. Dukungan dan partisipasi semua pihak yang terkait sangat diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan. Selain mengurus rumahtangga, perempuan dapat membantu suami dalam mencari nafkah dan mengurus lahan pertanian atau pekarangan untuk menghidupi keluarganya.



DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Penelitian Gender. Universitas Muhammadiyah Malang: Jawa Timur.
Hartono, Sunaryati. 2000. Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
Ihromi, T.O. 1990. Para Ibu yang Berperan Tunggal dan Berperan Ganda. Laporan Penelitian Kelompok Studi Wanita, FISIP, Universitas Indonesia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. 1988. Analisis Studi Wanita Indonesia.  Jakarta.
Mosse, Juia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Editor: Hartian Silawati, Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Centre dengan Pustaka Pelajar. Terjemahan dari: Half the World, Half a Chance An Introduction to Gender and Development.
Muliawan, Andri. 2002. Analisis Gender Dalam Program-program Pembangunan Bidang Pertanian. Diajukan sebagai skripsi pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, IPB.
Pratiwi, Novia. 2007. Analisis Gender pada Rumahtangga Petani Monokultur Sayur Kasus Desa Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Diajukan sebagai skripsi pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, IPB.
Sajogyo, Pudjiwati. 1984. Peranan Wanita Dalam Perkembangan Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
T.H. Noerhadi. 1989. “Bagaimana Mengatasi Kodrat”, Vol. VI, No. 2, Pesantren.
Widiputranti, Christian Sri, dkk. 2005. Pemberdayaan Kaum Marginal. Editor: Sutoro Eko, APMD Press: Yogyakarta.
Wiliam, Dede.  2006. Gender Bukan Tabu: Catatan Perjalanan Fasilitas Kelompok Perempuan di Jambi. Bogor Barat: Center for International Forestry Research.


PERAN PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


             Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya yang tersebar luas di seluruh kawasan di Indonesia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan sebutan negara agraris yang berarti sebagian besar masyarakat Indonesia bermatapencaharian sebagai petani. Selain dari pada itu, Indonesia juga terkenal dengan tanahnya yang subur sehingga di mana saja menanam tanaman bisa tumbuh dengan subur.
Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Artinya pertanian merupakan sektor utama yang menyumbang hampir dari setengah perekonomian. Pertanian juga memiliki peran nyata sebagai penghasil devisa negara melalui ekspor. Oleh karena itu perlu diadakannya pembangunan di dalam sektor pertanian sehingga dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun di luar negeri.
Pembangunan pertanian yang sudah cukup berhasil dicapai oleh Indonesia pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian sebesar 3,2% per tahunnya. Kemudian pada 1984 swasembada beras dapat tercapai dan berhasil memicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Sayangnya, swasembada beras tersebut hanya dapat dipertahankan hingga tahun 1993. Tingkat produktivitas padi di Indonesia adalah yang tertinggi dari negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Oleh karena itu, Indonesia memiliki keunggulan yaitu beras sebagai subtitusi impor.
Terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997 menunjukkan bahwa sektor pertanian dapat bertahan dari sektor yang dibangga-banggakan pada tahun tersebut yaitu sektor industri. Bahkan sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 0,22%. Padahal perekonomian Indonesia pada saat itu mengalami penurunan pertumbuhan sekitar 13,68%.
Agar sektor pertanian dapat terus memberikan peran pada perekonomian Indonesia, diperlukan adanya suatu perencanaan pembangunan di sektor ini. Salah satunya adalah dengan melakukan investasi. Dengan adanya investasi di sektor ini diharapkan akan memicu kenaikan output dan input demand yang akan berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan, kesempatan kerja, serta mendorong tumbuhnya perekonomian Indonesia.
Dengan adanya usaha pembangunan pertanian, muncul pula masalah-masalah yang akan memperlambat laju perkembangan pertanian di Indonesia. Masalah tersebut muncul mulai dari kerusakan alam yang diakibatkan oleh pelaku produksi dan konsumen pertanian hingga minimnya pendidikan petani. Hal tersebut disebabkan oleh pola hidup yang berubah dari petani itu sendiri, misalnya minimnya pengetahuan akan pemanfaatan dan pengembangan pertanian modern, politik pertanian serta mulai hilangnya nilai budaya dan semangat yang dimiliki oleh petani.
 Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia :
(1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam,
(2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,
(3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan
(4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan
Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh investor PMA dan PMDN yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan perananya kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani.
Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing /swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran :

(1)     mensejahterkan petani,
(2)     menyediakan pangan,
(3)     sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah,
(4)     merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri,
(5)     menghasilkan devisa,
(6)     menyediakan lapangan pekerjaan,
(7)     peningkatan pendapatan nasional, dan
(8)     tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya.

Pertanian memiliki subsektor-subsektor yang memiliki peran dan potensi dalam membangun perekonomian Indonesia. Di bawah ini terdapat beberapa peran dari subsektor-subsektor yang ada di sektor pertanian

1. Perkebunan Sebagai Komoditi Ekspor
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan yang paling konsisten, baik ditinjau dari arealnya maupun produksinya. Berdasarkan data dari Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004), pada tahun 2000 sampai 2003, secara keseluruhan luas areal perkebunan di Indonesia meningkat dengan laju 2,6% per tahun dengan total areal pada tahun 2003 mencapai 16,3 juta ha.
Perkebunan di Indonesia memiliki beberapa komoditas penting, diantaranya adalah karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu. Pertumbuhan kelapa sawit, karet dan kakao mengalami laju yang pesat diantara tanaman perkebunan yang lainnya yaitu diatas 5% per tahun. Pertumbuhan tersebut pada umumnya berkaitan dengan tingkat keuntungan pengusaha komoditas tersebut yang relatif baik. Selain itu adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong perluasan areal untuk komoditas tersebut.
Selain pertumbuhan areal, produksi perkebunan juga meningkat dengan konsisten pada tahun 2000 sampai 2003 dengan laju 7,6%. Total produksi mencapai 19,6 juta ton pada tahun 2003. Komoditas kelapa sawit dan karet mempunyai kontribusi yang dominan. Produksi kelapa sawit tumbuh pesat dengan laju 12,1% per tahun. Kemudian tingkat pertumbuhan produksi komoditas kakao dan kopi juga relative pesat pada periode tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya harga-harga produk perkebunan pada tahun 2003.
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang penting karena mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Subsektor ini juga menyerap tenaga kerja sehingga angka pengangguran bisa berkurang. Sampai tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh subsektor ini diperkirakan mencapai sekitar 17 juta jiwa. Jumlah lapangan kerja tersebut belum termasuk ke dalam industri hilir perkebunan.
Subsektor perkebunan menyediakan lapangan pekerjaan di pedesaan dan di daerah terpencil sehingga mempunyai nilai tambah tersendiri dalam penyediaan lapangan kerja. Peran tersebut bermakna strategis karena penyediaan lapangan kerja oleh subsektor ini berlokasi di pedesaan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
Subsektor ini mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap PDB. Dari segi nilai absolut berdasarkan harga yang berlaku, PDB terus meningkat dari tahun 2000 sampai tahun 2003 dari sekitar Rp 33,7 triliun menjadi Rp 47,0 triliun, atau dengan laju sekitar 11,7% per tahun.
Dengan peningkatan tersebut, kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah sekitar 16%. Terhadap PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor ini adalah sekitar 2,9% atau sekitar 2,6% PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17.6%, sedangkan terhadap PDB nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3.0% dan 2.8%.
Subsektor perkebunan memiliki posisi yang tidak dapat diremehkan. Perkebunan merupakan salah satu subsektor andalan dalam menyumbang devisa untuk negara melalui orientasi pasar ekspor. Produk karet, kopi, kakao, teh dan minyak sawit adalah produk-produk yang lebih dari 50% dari total produksi adalah untuk ekspor. Hingga tahun 2004, subsektor perkebunan secara konsisten menyumbang devisa dengan dengan rata-rata nilai ekspor produk primernya mencapai US$ 4 miliar per tahun. Nilai tersebut belum termasuk nilai ekspor produk olahan perkebunan, karena ekspor olahan perkebunan dimasukkan pada sektor perindustrian.

2. Agroindustri Sebagai Pemoles Hasil Pertanian
Pertanian merupakan isu sensitif dan penting yang menjadi ciri sosial ekonomi bagi sebagian besar dari negara-negara berkembang di dunia. Namun, negara maju yang sudah menjadi negara industri, yang memiliki jumlah petani dan kontribusi pertanian yang kecil ternyata juga ikut membela dengan serius sektor pertaniannya.
Di Indonesia, kita jumpai banyak sekali industri-industri yang bergerak dalam mengelola hasil-hasil dari sektor pertanian. Selain itu banyak hasil karya anak bangsa yang mengubah hasil pertanian sebagai bahan baku yang kemudian disulap menjadi barang yang sangat bermanfaat dan bernilai jual tinggi. Contohnya pemanfaatan pelepah pisang yang dibuat menjadi berbagai kerajinan tangan. Biji-biji jarak yang kemudian diolah menjadi biodiesel. Hasil dari perkebunan tembakau, karet, kopi, tanaman sayur dan hortikultura serta masih banyak lagi industri-industri pertanian yang dimiliki oleh Indonesia.
Dalam pembangunannya, industri pertanian tidaklah lepas dari perkembangan teknologi. Pemanfaatan hasil pertanian sebagai bahan baku industri mampu memberikan kontribusi tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran di Indonesia secara perlahan-lahan dapat menurun. Peran bioteknologi juga sangat diperlukan di sektor ini, sehingga menjadi peluang untuk tenaga-tenaga ahli dalam bidang pertanian untuk bekerja.
Dalam proses pengelolaan yang tidak tepat pada subsektor ini, banyak keuntungan dari hasil produksi yang dimiliki oleh badan usaha asing sehingga penghasilan dari ekspor bisa berkurang dari nilai tertingginya. Kurangnya modal dan hutang luar negeri Indonesia memaksa hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, seharusnya ada usaha-usaha yang dilakukan agar keuntungan negara dapat meningkat dan laju inflasi dapat diturunkan sehingga kondisi ekonomi negara Indonesia dapat stabil dan terjamin untuk keberlanjutan proses pembangunan.

3. Agroekowisata Sebagai Pemikat Wisatawan
Negara Indonesia memiliki keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang menjadi ciri khas tersendiri sebagai negara yang beriklim tropis. Hal ini jarang sekali diperhatikan dan dirawat oleh masyarakat Indonesia itu sendiri sehingga kurang optimal dalam pemanfaatannya. Salah satu manfaatnya adalah sebagai objek wisata.
Pada hakikatnya manusia mempunyai daya imajinasi yang tinggi sehingga memerlukan keindahan-keindahan yang akan menyegarkan kembali daya imajinasi yang mulai jenuh akibat dari kesibukan-kesibukannya yang sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Meski sudah ada objek wisata alam yang telah tersedia, namun jarang sekali objek wisata yang memberikan perpaduan dari keindahan susunan bentang alam dengan produk-produk pertanian.
Agroekowisata menawarkan berbagai ekosistem pertanian serta bentang alam yang khas yang akan menjadi wahana baru untuk para wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Hal tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia dalam bentuk penghasilan devisa.

Potensi Agribisnis Indonesia
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis bahkan dimungkinkan akan menjadi leading sector dalam pembangunan nasional. Potensi agribisnis tersebut diuraikan sebagai berikut :
1.    Dalam Pembentukan Produk Domestik bruto , sektor agribisnis merupakan penyumbang nilai tambah (value added) terbesar dalam perekonomian nasional, diperkirakan sebesar 45 persen total nilai tambah.
2.    Sektor agrbisnis merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar diperkirakan sebesar 74 persen total penyerapan tenaga kerja nasional.
3. Sektor agribisnis juga berperan dalam penyediaan pangan masyarakat. Keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok beras telah berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang sangat erat kaitannya dengan ketahanan social (socio security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional (national security).
4.    Kegiatan agribisnis umumnya bersifat resource based industry. Tidak ada satupun negara di dunia seperti Indonesia yang kaya dan beraneka sumberdaya pertanian secara alami (endowment factor). Kenyataan telah menunjukkan bahwa di pasar internasional hanya industri yang berbasiskan sumberdaya yang mempunyai keunggulan komparatif dan mempunyai konstribusi terhadap ekspor terbesar, maka dengan demikian pengembangan agribisnis di Indonesia lebih menjamin perdagangan yang lebih kompetitif.
5.    Kegiatan agribisnis mempunyai keterkaitan ke depan dan kebelakang yang sangat besar (backward dan forward linkages) yang sangat besar. Kegiatan agribisnis (dengan besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang) jika dampaknya dihitung berdasarkan impact multilier secara langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian diramalkan akan sangat besar.
6.    Dalam era globalisasi perubahan selera konsumen terhadap barangbarang konsumsi pangan diramalkan akan berubah menjadi cepat saji dan pasar untuk produksi hasil pertanian diramalkan pula terjadi pergeseran dari pasar tradisional menjadi model Kentucky. Dengan demikian agroindustri akan menjadi kegiatan bisnis yang paling atraktif.
7.    Produk agroindustri umumnya mempunyai elastisitas yang tinggi, sehingga makin tinggi pendapatan seseorang makin terbuka pasar bagi produk agroindustri.
8.    Kegiatan agribisnis umumnya menggunakan input yang bersifat renewable, sehingga pengembangannya melalui agroindustri tidak hanya memberikan nilai tambah namun juga dapat menghindari pengurasan sumberdaya sehingga lebih menjamin sustainability.
9.    Teknologi agribisnis sangat fleksibel yang dapat dikembangkan dalam padat modal ataupun padat tenaga kerja, dari manejement sederhana sampai canggih, dari skala kecil sampai besar. Sehingga Indonesia yang penduduknya sangat banyak dan padat, maka dalam pengembangannya dimungkinkan oleh berbagai segmen usaha.
10. Indonesia punya sumberdaya pertanian yang sangat besar, namun produk pertanian umumnya mudah busuk, banyak makan tempat, dan musiman. Sehingga dalam era globalisasi dimana konsumen umumnya cenderung mengkonsumsi nabati alami setiap saat, dengan kualitas tinggi dan tidak busuk dan makan tempat, maka peranan agroindustri akan dominant.

ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN MASA DATANG
Secara teoritis arah pembangunan secara umum adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan sosial (social welfare) yang harus memenuhi empat komponen tujuan utama, yakni:
pertumbuhan, pemerataan, kelestarian, hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam pembangunan pertanian tujuan utama ini dicoba akan diwujudkan sesuai dengan potensi dan peluangnya. Berdasarkan identifikasi masalah dan isu pembangunan pertanian sesuai dengan tuntutan demokratisasi dan globalisasi tersebut, maka dapat dibuat arah pembangunan pertanian pada masa datang.. Arah pembangunan pertanian tersebut dirumuskan dalam bentuk visi, misi, tuan dan strategii pembangunan pertanian.
VISI
Visi pembangunan pertanian adalah membangun petani melalui bisnis pertanian yang modern, efisien, dan lestari yang terpadu dengan pembanguna wilayah.
Ciri-ciri dari visi ini adalah :
(a) Membangun petani mengandung pengertian prioritas pembangunan pertanian harus mendahulukan kesejahteraan petani dalam arti luas sehingga mampu menumbuh kembangkan partisipasi petani dan mampu meningkatkan keadaan sosial-ekonomi petani melalui peningkatan akses terhadap teknologi, modal, dan pasar.
 (b) Bisnis pertanian mengandung pengertian pertanian harus dikembangkan dalam suatu sistem agribisnis pertanian mulai dari bisnis input produksi, hasil produksi pertanian, deversifikasi usaha pertanian, serta bisnis hasil olahannya yang mampu akses ke pasar internasional. Melalui aktifitas agribisnis pertanian yang lebih luas ini diharapkan mampu lebih meningkatkan peran pertanian terhadap pembangunan nasional baik terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan nasional, perolehan devisa, maupun peningkatan gizi masyarakat
(c) Modern mengandung pengertian menggunakan teknologi yang dinamis dan spesifik lokasi pengembangan sesuai dengan tutuntan zaman.
(d) Efisien mengandung pengertian mampu berdaya saing di pasar internasional yang dicirikan pada pengembangan yang didasarkan sumberdaya yang mempunyai keunggulan komparatif dan berkualitas tinggi
(e)   Lestari mengandung pengertian menggunakan sumberdaya yang optimal dan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya pertanian.
(f)   Terpadu dengan pembangunan wilayah mengandung pengertian pembangunan pertanian harus didukung oleh pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan.
Misi
Berdasarkan visi pembangunan tersebut, maka misi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Memfasilitasi dan mengembangkan pusat-pusat petumbuhan komoditas unggulan yang berdaya saing yang terorganisasi oleh organisasi ekonomi petani dalam system agribisnis
2.   Memodernisasi sektor pertanian sebagai aktifitas bisnis berspektrum luas mulai dari bisnis input produksi, deversifikasi usaha pertanian, penangan pasca panen, serta bisnis hasil olahannya yang mampu akses ke pasar internasional melalui inovasi teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan
3.  Memfasilitasi dan mendorong peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik aparat pemerintah, maupun pelaku agribisnis khususnya petani melalui pengetahuan dan ketrampilan petani pada setiap pusat pertumbuhan agribisnis melalui sekolah pertanian lapang dengan melibatkan perguruan tinggi dan libang-litbang pertanian
4.  Memfasilitasi dan mendorong berkembangnya usaha-usaha agroindustri hulu maupun pengolahan hasil dengan prioritas skala kecil di setiap wilayah
5.    Memfasilitasi dan mendorong keterpaduan pembangunan agribisnis dengan pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan.
6.    Memfasilitasi dan mendorong citra produk-produk pertanian Indonesia melalui promosi di pasar internasional
Tujuan
1.   Meningkatkan kesejahteraan petani terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berkaitan langsung dengan sumberdaya pertanian.
2.  Meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif produk agribisnis baik produk primer maupun olahan, sehingga mampu berdaya saing di pasar internasional
3.   Meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelembagaan petani dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani sehingga mampu meningkatkan berpartisipasi dan aksesibilitas terhadap inovasi teknologi, perkreditan, informasi pasar, kelestarian sumberdaya dalam pengelolaan sumberdaya pertanian.
4.   Meningkatkan kesempatan kerja di wilayah melalui pengembangan agroindustri skala kecil
5.    Mewujudkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya lokal
6.   Menjadikan sektor pertanian sebagai pusat pertumbuhan khususnya pada wilayah-wilayah berbasiskan sumberdaya pertanian
7.    Meningkatkan layanan informasi teknologi, perkreditan, sarana produksi dan prasarana pertanian kepada petani
8.    Menjaga dan meningkatkan kualitas sumberdaya pertanian

Kesimpulan
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya adalah petani. Oleh karena itu sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbang setengah dari perekonomian Indonesia melalui sumbangan devisa dalam orientasi pasar ekspor produk karet, kopi, kakao, teh dan minyak sawit. Perkebunan merupakan penyedia lapangan pekerjaan di pedesaan dan daerah terpencil, dan merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup signifikan.
Demikian juga peran agroindustri dalam memoles hasil pertanian melalui teknologi tertentu menjadi barang yang sangat bermanfaat dan bernilai tinggi, baik untuk konsumsi lokal maupun manca negara. Namun pengolahan hasil industri pertanian tersebut menghadapi hambatan mana kala teknologi yang digunakan tidak tepat guna, dan akhirnya akan menurunkan nilai produk tersebut yang akhirnya memangkas keuntungan yang seharusnya didapat. Hal ini perlu dicermati sehingga dilakukan antisipasi dan upaya lain yang tepat.
Kekayaan Indonesia berupa lahan pertanian juga merupakan aset penting untuk agrowisata. Dengan pengolahan yang baik hasil perkebunan ini dan pemeliharaan terhadap kebersihan dan keindahannya, maka nilai agrowisatanya akan memberikan devisa yang cukup tinggi bagi negara.
Saran
  a. Pengelolaan industri perkebunan perlu meningkatkan teknologi yang tepat guna sehingga menghasilkan nilai produk yang tinggi. Diperlukan upaya-upaya yang inovatif dalam peningkatan pengelolan produk industri.
      b.Sosialisasi terhadap masyarakat sekitar tentang perlunya meningkatkan   pemeliharaan terhadap kekayaan perkebunan sebagai aset agrowisata perlu dilakukan sehingga masyarakat dapat berperan serta aktif terhadap pemeliharaan dan perlindungan potensi daerahnya.

DAFTAR PUSTAKA
Irsanarham. 2011. Potensi Strategis Pertanian dalam Membangun  Perekonomian. [Serial   Online] .http://ihsanarham.multiply.com/journal/item/25/Potensi_Strategis_Pertanian_dalam_Membangun_Perekonomian_Indonesia.
Syariahi. 2007. Reorientasi  Gerakan  Mahasiswa. [Serial Online]. http://pksyariahimmciputat.blogspot.com/2007/04/reorientasi-gerakan-mahasiswa.html
Aldorahman. 2010. Peran Pertanian Dalam Perekonomian. [Serial Online]. http://aldorahman.blogspot.com/2010/05/peran-pertanian-dalam-perekonomian.html