PENGEMBANGAN SYSTEM
OF RICE INTENSIFICATION DI DESA OLEAN KABUPATEN SITUBONDO
LAPORAN PRAKTEK LAPANG
Disusun
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Mata
Kuliah STI
Fakultas Pertanian
Universitas Abdurachman Saleh Situbondo
Oleh :
Mohammad Ramli
( 201123032 )
PROGRAM STUDI A G R I B I SNI S FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ABDURACHMAN SALEH SITUBONDO
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar wilayah Indonesia adalah pertanian, yang mayoritasnya usaha
pertaniannya masih berupa usaha kecil berbasis keluarga, dengan produksi
musiman, praktek kultivasi dan manajemen yang masih tradisional. Kebanyakan
para petani kecil merupakan produsen mandiri, yang menjual hasil pertaniannya
dengan daya jual rendah dan harus bertahan menghadapi suplier input dan produk
pasar. Pemasaran pertanian ini terlihat kurang berkembang dengan indikator
seperti tumpang tindihnya jalur-jalur pemasaran, infrastruktur, informasi harga
yang tidak tepat, minimnya produk pasca panen, dan pengemasan produk yang
buruk.
Kebutuhan lahan dan air untuk pertanian di
Indonesia cukup tersedia, tetapi dengan adanya pertumbuhan penduduk dan
kebutuhan akan air dan lahan yang terus meningkat, menjadikan potensi akan
lahan dan kebutuhan air untuk pertanian khususnya jadi terancam. Adanya
pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan karakateristik lahan akan
menyebabkan kemunduran kemampuan lahan yang akan mengakibatkan lahan menjadi
kritis bahkan bisa menjadikan lahan rusak. Akibat dari lahan kritis yang
terjadi akan menyebabkan produktifitas menjadi rendah (kurdianingsih, 2006).
Sektor pertanian memiliki
multifungsi yang mencakup aspek ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan
petani, pengentasan kemiskinan, dan menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini
dapat dilihat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan yang menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Indonesia memiliki
potensi sumber daya alam yang melimpah, khususnya dalam sektor pertanian.
Pemanfaatan sumber daya di sektor pertanian yang dinilai cukup melimpah ini
dapat menjamin ketahanan pangan bagi penduduk. Salah satu komoditas pertanian
yang merupakan bagian dari bahan pokok pangan di Indonesia yaitu komoditas
padi. Padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Produksi tanaman padi di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan
yang terus meningkat di tiap tahunnya dengan pertumbuhan produksi rata-rata
sekitar 2,4% per tahun (BPS, 2011).
Produksi padi di
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun Indonesia tetap
melakukan impor beras yang salah satunya disebabkan oleh peningkatan jumlah
penduduk dan kemungkinan terjadinya penyimpangan kebijakan dari pemerintah
untuk membuka kran sebesar – besarnya terhadap impor beras nasional. Data
produksi padi di Indonesia Tahun 2001 –
2011 dapat dilihat pada tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1.1.
Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi
Padi di Indonesia Tahun 2001 – 2011
Tahun
|
Luas Panen
(Ha)
|
Produktivitas
(Ku/Ha)
|
Produksi
(Ton GKG)
|
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011*)
|
11.499.997 11.521.166 11.488.034 11.922.974
11.839.060 11.786.430 12.147.637 12.327.425 12.883.576 13.253.450
13.224.379
|
43,88
44,69
45,38
45,36
45,74
46,2
47,05
48,94
49,99
50,15
49,44
|
50.460.782 51.489.694 52.137.604 54.088.468
54.151.097 54.454.937 57.157.435 60.325.925 64.398.890 66.469.394
65.385.183
|
(Sumber: www.bps.go.id, 2012)
Peningkatan produksi dan
produktivitas pertanian di Indonesia tidak luput dari peranan kinerja
Pemerintah untuk menargetkan swasembada beras. Program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) ditempuh antara lain melalui
penerapan dan pengembangan System of Rice Intensification (SRI), selain Sekolah Lapang – Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi GP3K.
Pemerintah telah menargetkan swasembada beras dan bahkan surplus beras sebanyak
10 juta ton pada tahun 2014, diharapkan
dengan pengembangan program pengembangan system
of rice intensification tersebut
dapat meningkatkan produktivitas dan produksi padi di Indonesia.
Menurut Adiningsih, (2005), upaya
pengembangan pertanian pemerintah mencanangkan program “Go Organic 2010”.
Salah satu misi adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian
lingkungan alam Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu mendorong
berkembangnya pertanian organik. Budidaya
padi dengan pola SRI merupakan budidaya yang hemat air, benih, pupuk organik,
sedikit penyiangan, dengan demikian juga akan menghemat biaya. Hal inilah yang menjadi
dasar dari penulis untuk menyusun laporan ini yang berjudul
“Pengembangan Strategi SRI di Desa Pakusari Kabupaten Jember”.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
kondisi pertanian di Desa Olean Kabupaten Situbondo?
2. Bagaimanakah
peran program pemerintah terkait
pengembangan System of Rice Intensification (SRI) di Desa Olean
Kabupaten Situbondo?
3. Bagaimanakah
dampak program SRI terhadap pertanian di
Desa Olean Kabupaten Situbondo?
1.3 Tujuan
dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Untuk
mengetahui kondisi pertanian di Desa Olean Kabupaten Situbondo.
2. Untuk
mengetahui peran program
pemerintah terkait pengembangan System of Rice Intensification (SRI) di
Desa Olean Kabupaten Situbondo.
3. Untuk
menjelaskan dampak
program SRI terhadap pertanian di Desa Olean Kabupaten Situbondo.
1.3.2 Manfaat
1.
Bagi pembaca, sebagai informasi atau referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
2.
Bagi petani, sebagai sumber informasi dalam pelaksanaan program SRI.
3.
Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengukur
kemampuan program SRI kedepan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komoditas Padi
Padi merupakan
tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua
benua yaitu Asia dan Afrika Barat Tropis dan subtropis. Bukti sejarah
memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejing (Cina) sudah mulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir
padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM.
Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara,
Burma, Thailand, Laos, Vietnam. Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah
O.Sativa dengan dua subspesies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di
Indonesia dan sinica (padi care). Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp
Padi termasuk dalam
suku padi-padian atau poaceae. Tanaman semusim, berakar
serabut, batang sangat pendek,struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian
pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun
berbentuk lanset,warna hijau muda hingga hijau tua,berurat daun sejajar, tertutupi
oleh rambut yang pendek dan jarang, bagian bunga tersusun majemuk, tipe malai
bercabang, satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang
duduk pada panikula,tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan
mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3mm hingga 15mm, tertutup oleh palea
dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan padi
yang biasa dikonsuksi yaitu jenis enduspermium
(Purnamawati et
al., 2007).
2.2 Sistem Intensifikasi Padi
Intensifikasi
pertanian adalah salah satu usaha untuk meningkatkan hasil pertanian dengan
cara mengoptimalkan lahan perhatian yang sudah ada. Intensifikasi pertanian
mempnyai beberapa cara penting yang perlu diketahui dalam melakukannya. Cara
ini disebut dengan Panca Usaha Tani. SRI mengembangkan
praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang
lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya
cara tradisional. SRI dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de
Lauline, seorang pastor Jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup bersama
petani-petani di sana. Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah
LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell
International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai
bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana
National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International
Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka
dan Bangladesh dengan hasil yang positif (Berkelaar, 2010).
2.3 Teori Usahatani
Menurut Hernanto (dalam Soetriono et al., 2006a: 29) usahatani diartikan sebagai kesatuan
organisasi antara kerja, modal, dan pengelolaan yang ditunjukkan untuk
memperoleh produksi di lapangan pertanian. Soeharjo (dalam Soetriono et al., 2006b: 29) menyatakan ada empat hal yang perlu
diperhatikan untuk pembinaan usahatani, yaitu: organisasi usahatani yang
difokuskan pada pengelolaan unsur-unsur produksi dan tujuan usahanya, pola
pemilikan tanah usahatani, kerja usahatani yang difokuskan pada distribusi
kerja dan pengangguran dalam usahatani, modal usahatani yang difokuskan pada proporsidan
sumber modal petani. Kenyataannya petani sebagai individu tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah
keadaan usahataninya. Keberadaan bantuan dari luar sangat diperlukan baik
secara langsung dalam bentuk bimbingan
dan pembinaan usaha maupun tidak langsung dalam bentuk insentif yang dapat
mendorong petani menerima hal-hal baru dan mengadakan tindakan perubahan.
Model usahatani dapat
menanggulangi beberapa masalah yang berkaitan dengan proses produksi maupun
pasca panen, diantara adalah cooperative
farming. Cooperative farming adalah model pemberdayaan kelompok tani melalui rekayasa sosial,
ekonomi, teknologi dan nilai tambah. Keuntungan dengan model ini secara
ekonomi, yaitu :
(a) biaya produksi dapat ditekan
(b) efisiensi produksi
(c) pendapatan anggota dapat meningkat
Keuntungan sosialnya, yaitu :
(a) pendidikan bagi masyarakat desa
(b) kerjasama yang kuat antar anggota
(c) menghidupkan kembali suasana pembangunan di pedesaan
Model usahatani cooperative
farming diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi biaya dan
pendapatan petani meningkat. Model cooperative farming membuat petani terbuka terhadap teknologi baru. Sistem pertanian
subsisten terhapus seiring adanya model usahatani cooperative farming (Wahyunindyawati et al., 2003).
2.4 Teori Komunikasi
Komunikasi
adalah proses simbolik yang merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Langer
(dalam Mulyana, 2008a:92)
mengatakan komunikasi adalah kebutuhan simbolik atau penggunaan lambang.
Manusia menggunakan lambang dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, dan
itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Keunggulan manusia atas
makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial
setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri
kita. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk hal
lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Mulyana, 2008b:92).
Menurut Jahi (dalam Mardikanto, 2010a:30) teori komunikasi dikembangkan
oleh Aristoteles sejak tiga abad sebelum Kristus. Kieslich (dalam Mardikato, 2010b:31)
mengemukakan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin “communicare” yang berarti “berpartisipasi” atau “memberitahukan”.
Bersamaan dengan itu, komunikasi dapat disamakan dengan “cummunis” yang berarti “milik” atau berlaku dimana-mana dan communis opini memiliki arti “pendapat umum” atau “pendapat
mayoritas”. Komunikasi dapat diartikan sebagai upaya menyampaikan sesuatu
(informasi) kepada masyarakat luas, agar diketahui dan menjadi milik “bersama”.
Menurut Mardikanto (2010c:32)
komunikasi Pembangunan menurut sejarahnya, dikembangkan setelah Perang Dunia ke
II di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang mengalami tantangan menghadapi kemiskinan,
buta huruf, rendahnya kesehatan, rendahnya keadaan ekonomi masyarakat, politik
dan infrastuktur. Komunikasi pembangunan biasanya diartikan sebagai penerapan strategi dan prinsip-prinsip
komunikasi dalam pembangunan, yang diturunkan dari teori-teori pembangunan
dan perubahan sosial yang diidentifikasi dari beragam masalah sebagaimana yang
dikembangkan di dunia Barat. Teori Komunikasi dibagi dalam 7 tradisi yaitu (Hendrijanto,
2006) :
1. The rhetorical tradition, teori-teori
dalam tradisi ini melihat komunikasi sebagai suatu seni praktek.
2. The semiotic tradition, tradisi
ini memfokuskan pada tanda-tanda dan simbol-simbol, memperlakukan komunikasi sebagai
jembatan antara dunia pribadi individu dan dimana tanda-tanda elicit meanings yang harus atau tidak
harus disharing.
3. The phenomenological tradition, tradisi
ini mengkhususkan pada pengalaman personal, termasuk bagaimana pengalaman
individu dengan individu lainnya.
4. The cybernnetic tradition, tradisi
ini memandang komunikasi sebagai proses informasi dan masalah-masalah
komunikasi ditempatkan yang berkaitan dengan noise, overload dan malfunction.
5. The
sociopsychological tradition, teori-teori tradisi ini
terutama menekankan pada aspek-aspek komunikasi yang meliputi ekspresi,
interaksi dan pengaruh.
6. The
socicultural tradition, komunikasi sebagai perekat
masyarakat.
7. The critical tradition, teori-teori
dalam tradisi ini cenderung melihat komunikasi sebagai kekuatan sosial.
2.5 Teori Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan
sosial dan ekonomi adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga dan
membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut juga
diperlukan untuk meminimalkan terjadinya kecemburuan sosial dalam masyarakat.
Percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat memerlukan kebijakan ekonomi atau
peranan pemerintah dalam mengatur perekonomian sebagai upaya menjaga stabilitas
perekonomian. Tambunan (dalam Sugiarto, 2007a:263) mengemukakan bahwa
kebijakan-kebijakan itu meliputi kebijakan makro, kebijakan sektoral/regional
serta kebijakan mikro.
Menurut
Hahnel (dalam Sugiarto,2007b:264) Teori kesejahteraan secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yakni classical
utilitarian, neoclasical welfare
theory dan new contractarian
approach. Pendekatan classical
utilitarian menekankan bahwa kesenangan (pleasure) atau kepuasan (utility)
seseorang dapat diukur dan bertambah. Tingkat kesenangan yang berbeda yang
dirasakan oleh individu yang sama dapat dibandingkan secara kuantitatif.
Prinsip ini bagi individu adalah meningkatkan sebanyak mungkin tingkat
kesejahteraannya (Sugiarto, 2007c:264).
2.6 Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysis)
Analisis medan kekuatan adalah analisis kekuatan-kekuatan
yang membantu atau merintangi suastu organisasi dalam mencapai suatu sasaran.
Analisis FFA merupakan pengembangan dari analisis SWOT, perbedaannya adalah
analisis SWOT menganalisis untuk mengetahui keadaan internal dan eksternal
suatu perusahaan, sedangkan FFA dapat digunakan untuk merencanakan perubahan
perusahaan melalui strategi yang dihasilkan. Analisis medan kekuatan adalah
suatu metode untuk menelaah suatu situasi yang ingin dirubah menuju situasi
atau tujuan tertentu. Perubahan dapat diciptaan apabila telah mengetahui dua
faktor, yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat (Sugian, 2006).
2.7 Kerangka Pemikiran
Kegiatan pertanian merupakan kegiatan yang di
dalamnya terkait upaya pengusahaan tumbuh-tumbuhan dan hewan untuk diambil
manfaatnya agar berguna bagi manusia. Sektor
pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur
pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak
mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa.
Sektor pertanian memiliki
multifungsi yang mencakup aspek ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan
petani, pengentasan kemiskinan, dan menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini
dapat dilihat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan yang menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Indonesia memiliki potensi
sumber daya alam yang melimpah, khususnya dalam sektor pertanian. Pemanfaatan sumber
daya di sektor pertanian yang dinilai cukup melimpah ini dapat menjamin ketahanan
pangan bagi penduduk. Salah satu komoditas pertanian yang merupakan bagian dari
bahan pokok pangan di Indonesia yaitu komoditas padi. Padi merupakan bahan
makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Produksi padi di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun
Indonesia tetap melakukan impor beras yang salah satunya disebabkan oleh
peningkatan jumlah penduduk dan kemungkinan terjadinya penyimpangan kebijakan
dari pemerintah untuk membuka kran sebesar – besarnya terhadap impor beras
nasional. Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian di Indonesia tidak
luput dari peranan kinerja Pemerintah untuk menargetkan swasembada beras. Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)
ditempuh antara lain melalui penerapan dan pengembangan System of Rice
Intensification (SRI), selain Sekolah Lapang – Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Gerakan Peningkatan
Produksi Pangan Berbasis Korporasi GP3K.
Upaya pengembangan
pertanian pemerintah mencanangkan program “Go Organic 2010”. Salah satu
misi adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan
alam Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu mendorong berkembangnya
pertanian organik. Budidaya padi dengan pola SRI
merupakan budidaya yang hemat air, benih, pupuk organik, sedikit penyiangan,
dengan demikian juga akan menghemat biaya. Salah satu daerah yang sedang menerapkan
program pengembangan System of Rice Intensification
(SRI) adalah di Desa Olean Kabupaten Situbondo. Melalui cara budidaya tersebut diharapkan dapat semakin meningkatkan
produktivitas padi dengan biaya produksi yang relatif murah sehingga petani
dapat memperoleh keuntungan maksimum.
|
|
|
|
|
|
|
Gambar
1.1 Skema Kerangka Pemikiran
\BAB 3. METODE PRAKTEK LAPANG
3.1 Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Olean Kabupaten
Situbondo. Sukardi (2003) menyatakan metode yang digunakan untuk mementukan daerah
penelitian adalah metode secara sengaja (Purposive
Methode), merupakan metode untuk menentukan seseorang menjadi sampel atau
tidak didasarkan pada tujuan penelitian. Penentuan daerah penelitian pada
penelitian ini didasarkan bahwa di Desa Olean Kabupaten Situbondo merupakan
daerah potensial dan terdapat program penyuluhan dari dinas pertanian berupa pengembangan
System of Rice Intensification (SRI).
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah metode penelitian deskriptif analitis. Menurut Rori (2013), Metode
Penelitian deskriptif analitis yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan
memberikan gambaran keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti
berdasarkan fakta-fakta yang ada, dengan cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis
berbagai macam data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Peneliti tidak
sekedar memberikan gambaran mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki, tetapi
menerangkan hubungannya, memberikan prediksi, serta menyimpulkan makna atas
persoalan yang dibahas. Data yang dikumpulkan dapat berupa kepustakaan yang
bersumber dari laporan resmi pemerintah, laporan penelitian independen atau
perguruan tinggi dan individu, serta berita media massa ataupun dari narasumber
langsung.
3.3 Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
metode snowball sampling. Menurut
Pawito (2007), teknik pengambilan sampel snowball
mengimplikasikan jumlah sampel yang semakin membesar seiring dengan perjalanan
waktu pengamatan. Peneliti berangkat dari seorang informan untuk mengawali
pengumpulan data. Kepada informan ini peneliti menanyakan siapa lagi berikutnya
(atau siapa saja) orang selayaknya diwawancarai, kemudian peneliti beralih
menemui informan berikutnya sesuai disarankan oleh informan pertama, dan begini
seterusnya hingga peneliti merasa yakin bahwa data yang dibutuhkan sudah
didapatkan secara memadai. Peran informan sangat penting dan perlu. Penentuan
informan dalam konteks obyek penelitian diklasifikasikan berdasarkan tiap-tiap
informan. Usia dan peran informan menjadi salah satu kunci untuk memperoleh
informasi yang memadai.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Menurut Widjono (2007), data merupakan pembuktian.
Data harus relevan dengan pembahasan masalah. Data juga berfungsi untuk mendukung
proses penalaran, terutama dalam menarik kesimpulan. Kesimpulan sah (valid,
andal, terpercaya) jika proses pendataannya benar. Data yang tidak mencakupi tidak
dapat dijadikan dasar dalam menarik kesimpulan. Jenis data yang diperlukan yaitu
data primer dan data sekunder.
1.
Data primer adalah bukti penulisan yang
diperoleh di lapangan yang dilakukan secara langsung oleh penulisnya.
Pembuktian suatu kasus penulisan ilmiah (laporan), penulis harus mengumpulkan
data atau informasi secara cerma dan tuntas. Data juga harus diuji kebenaran dan
keabsahannya. Data harus dievaluasi atau diuji kebenarannya sehingga diketahui secara
pasti, data itu merupakan fakta. Data primer yang didapat pada penelitian ini adalah
melalui wawancara langsung dan menggunakan kuisioner. Peneliti terjun langsung kelapangyang
bertempat di Desa Olean
Kabupaten Situbondo untuk mendapatkan data yang diambil langsung dari narasumber.
2.
Data sekunder adalah bukti teoritik yang
diperoleh melalui studi pustaka. Data ini mendasari kajian teoritik yang
digunakan sebagai landasan kerangka berpikir. Berdasarkan kajian teoritik ini dapat
disusun hipotesis (kerangka konsep) yang mendasari keseluruhan kerangka. Data
ini tergolong penting dalam penelitian. Penulis perlu membaca secara mendalam
buku teori yang secara konseptual membahas teori yang diperlukan dalam
penulisannya. Data sekunder yang diperoleh pada penelitian ini berupa data dari
BPS (Badan Pusat Statistik) dan dari kantor Desa Olean yaitu data tentang
pendapatan Desa Olean Kabupaten
Situbondo dan data profil Desa Olean
Kabupaten Situbondo.
BAB 4.
PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Pertanian di Desa Olean Kabupaten
Situbondo
Sektor pertanian merupakan sektor
yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian
nasional. Sektor ini merupakan sektor yang kurang mendapatkan perhatian secara
serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit
hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini.
Program-program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan
semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini
merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian
besar penduduk kita tergantung padanya.
Pembangunan pertanian di Indonesia masih tergolong kurang
baik. Hal ini dapat dilihat dari cara – cara yang digunakan oleh petani yang
masih konvensional atau tradisional. Beberapa hal yang mendasari mengapa
pembangunan pertanian di Indonesia masih tertinggal dari Negara diantaranya
masih kurangnya pemahaman serta keahlian yang dimiliki petani dan sulitnya
penerimaan adanya temuan atau anjuran penggunaan teknologi yang terbaru di masa
kini oleh petani sehingga menghambat laju pembangunan pertanian di Indonesia
saat ini. Selain itu faktor – faktor yang mendorong pembangunan pertanian
seperti ketersediaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusia juga
merupakan faktor yang menentukan.
Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini sedang dilakukan di beberapa
daerah, seperti Jawa Timur. Salah satu daerah di Jawa Timur yang saat ini
turut melakukan pembangunan pertanian
yaitu Kabupaten Situbondo. Kabupaten Situbondo merupakan salah kabupaten dimana
kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusianya mendukung terhadap kegiatan
pertanian. Hal ini dapat terlihat dari fakta lapang yang ada. Kabupaten Situbondo
juga terkenal dengan pertanian di subsektor tanaman pangannya. Kabupaten Situbondo
memiliki sebuah desa yang berpotensi terhadap perkembangan pertanian padi. Desa
tersebut adalah desa Olean. Sebagian penduduk di Desa Olean mayoritas
berprofesi sebagai petani. Salah satu usahatani yang saat ini dikembangkan di
desa tersebut yaitu komoditas tanaman pangan padi. Kita ketahui bahwa produksi
padi di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun Indonesia tetap
melakukan impor beras yang salah satunya disebabkan oleh peningkatan jumlah
penduduk dan kemungkinan terjadinya penyimpangan kebijakan dari pemerintah
untuk membuka kran sebesar – besarnya terhadap impor beras nasional.
Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian di Indonesia tidak luput dari
peran serta Pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menargetkan swasembada
beras. Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) ditempuh melalui
beberapa cara, salah satunya dengan penerapan dan pengembangan System of
Rice Intensification (SRI).
Kondisi pertanian padi di Desa Olean juga tergolong cukup
baik.mendukung adanya upaya
pengembangan pertanian pemerintah yang
mencanangkan
program “Go Organic 2010”. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu
mendorong berkembangnya pertanian organik. Budidaya padi dengan pola SRI
merupakan budidaya yang hemat air, benih, pupuk organik, sedikit penyiangan,
dengan demikian juga akan menghemat biaya. Desa Olean merupakan salah satu daerah yang
sedang menerapkan program pengembangan System of Rice Intensification
(SRI). Petani di Desa Olean
melalui cara budidaya tersebut diharapkan dapat semakin meningkatkan
produktivitas padi dengan biaya produksi yang relatif murah sehingga petani
dapat memperoleh keuntungan maksimum.
System of Rice
Intensification (SRI) merupakan salah satu inovasi metode budidaya padi
yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor sekaligus
agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie. Dalam upaya memenuhi
kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri dan menekan angka impor beras
dapat dilakukan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tanaman padi
dengan penerapan inovasi teknologi budidaya padi. System of Rice Intensification (SRI) merupakan suatu teknik
budidaya padi yang memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman, tanah, air dan
unsur hara. Penerapan System of Rice
Intensification (SRI) di Desa Pakusari diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas tanaman padi. Selain itu, teknik budidaya padi dengan System of Rice Intensification (SRI)
merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan karena mengutamakan penggunaan
bahan organik.
Berikut ini adalah tahapan – tahapan yang harus dilakukan dan
dipenuhi dalam pengemabangan System of
Rice Intensification (SRI), diantaranya :
1. Penyiapan dan
Pengolahan Lahan
Proses awal pengolahan lahan
adalah dengan dibajak untuk membalikkan tanah dan memecah tanah menjadi
bongkahan-bongkahan juga menghancurkan gulma setelah sebelumnya lahan digenangi
air selama beberapa hari agar tanahnya menjadi lunak. Setelah pembajakan
pertama lahan sawah dibiarkan tergenang beberapa hari dan kemudian dilakukan
pembajakan kedua. Pupuk organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat
ditebarkan sebelum pekerjaan penggaruan sehingga pada saat digaru pupuk organik
(kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar setelah
proses pembajakan, sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat tercampur
dengan tanah sawah secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran air. Jumlah
penggunaan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah sebanyak 1 kg
untuk setiap 1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal
ini berkaitan bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem
konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman.
Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat berkurang
disesuaikan dengan kebutuhan. Perataan lahan merupakan proses yang sangat
penting karena lahan harus benar-benar rata dan datar sehingga akan memudahkan
dalam pengaturan air nantinya sesuai dengan keperluan.
2. Persiapan Benih
Untuk mendapatkan benih yang
bermutu baik atau bernas, harus terlebih dahulu diadakan pengujian benih.
Pengujian benih dilakukan dengan cara penyeleksian menggunakan larutan air
garam dengan langkah sebagai berikut:
a. Masukkan air bersih ke dalam
ember/panci, kemudian berikan garam dan aduk sampai larut.
b. Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam larutan garam
ini. Jika telur belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian
garam dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada permukaan larutan
garam karena berat jenisnya menjadi lebih rendah daripada air garam.
c. Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci yang berisi
larutan garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
d. Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang
tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
e. Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan air biasa
sampai bersih. Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
Benih yang telah diuji tersebut,
kemudian direndam dengan menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk
melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempercepat benih untuk berkecambah.
Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48 jam. Benih yang telah direndam
kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah
tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke dalam benih padi, dan
kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan dilakukan selama 24 jam.
3. Persemaian Benih
Persemaian dengan metode System
of Rice Intensification (SRI) dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian pada lahan dan persemaian dengan
media tempat. Persemaian pada lahan adalah persemaian yang langsung dilakukan
di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sedangkan persemaian
dengan media tempat yaitu persemaian yang menggunakan wadah berupa
kotak/besek/wonca/pipiti yang ditempatkan di areal terbuka untuk mendapatkan
sinar matahari.
4. Penanaman Benih
Sebelum penanaman, terlebih
dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai caplak agar jarak tanam pada areal
persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga mudah untuk disiang. Caplak
berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu. Variasi jarak tanam
diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau jarak
tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar dimana
setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak adalah tempat untuk
penanaman 1 bibit padi. Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 – 12 hari
setelah semai (hss) atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit
pada persemaian di lahan sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil
dengan media tanam (tanah) dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit
pada persemaian tidak dianjurkan dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat
dan ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit tersebut ditempatkan dalam suatu wadah
seperti pelepah pisang, potongan bambu atau lainnya untuk memudahkan
memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan dan penanaman harus dilakukan
secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit untuk menghindari trauma dan
shok. Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan wadah akan lebih mudah
membawanya ke tempat penanaman. Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit
perlubang. Penanaman harus dangkal dengan kedalaman 1 – 1,5 cm serta bentuk
perakaran saat penanaman horizontal seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah
saat penanaman tidak tergenang air.
5. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan
mempergunakan alat penyiang seperti gasrok, landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk
membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan gasrok atau
mempergunakan rotary weeder, selain
dapat mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah tanaman
padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah
yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam
tanah. Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada
saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan
kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur
30 HST dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.
6. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk
mempertahankan unsur hara dalam tanah, menyediakan dan menambahkan unsur hara
secara seimbang bagi pertumbuhan atau perkembangan tanaman, serta meningkatkan
produktivitas tanaman. Pemupukan untuk menambahkan unsur hara dapat dilakukan
dengan penyemprotan pupuk organik cair yang dikenal dengan MOL. Penyemprotan
MOL yang kaya P dan K sebanyak 2 atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki
usia sekitar 60 HST untuk memperbaiki kualitas pengisian gabah dengan interval
penyemprotan setiap 10 hari.
Penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan dosis 20
liter/ha.
2. Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas, dengan dosis 30
liter/ha.
3. Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas, dengan dosis 30
liter/ha.
4. Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
5. Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
6. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi dengan dosis 30
liter/ha.
7. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi, dengan dosis 30
liter/ha.
8. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.
7. Pengelolaan Air
Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang
dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian genangan ±
0,5 cm).
2. Pergiliran air dilakukan selang 3 – 5 hari, tinggi genangan pada hari
pertama maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara
pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.
3. Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak (0,5 cm)
hingga tinggi genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase pembentukan
malai/fase berbunga sampai pengisian biji.
4. Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL kondisi sawah
tidak tergenang.
5. Sekitar 10 – 15 hari sebelum panen, sawah
dikeringkan.
6. Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa
dari paralon yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah.
Petakan sawah diari apabila permukaan air berada pada pada kedalaman lebih dari
-15.
8. Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian hama dan penyakit
dengan pendekatan teknologi System of Rice Intensification (SRI) dilakukan dengan sistem
pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT), yaitu usaha pengelolaan
OPT yang menggunakan beberapa cara pengendalian yang sesuai dalam satu sistem
kompatibel dengan memanfaatkan dan mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem
(seperti: matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami)
sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Sehingga, pengendalian
organisme pengganggu tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida
nabati, pestisida biologi, dan agensia hayati.
9. Pemanenan
Penanganan panen dan pasca panen
padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu: penentuan saat panen, pemanenan,
penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan,
perontokan, pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan,
pengemasan dan penyimpanan beras. Penentuan saat panen merupakan tahap awal
dari kegiatan penanganan pasca panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat
panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang
rendah. Penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan
pengamatan teoritis.
4.2
Peran Program Pemerintah Terkait Pengembangan System Of Rice Intensification (SRI) Di
Desa Olean Kabupaten Situbondo
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah,
khususnya dalam sektor pertanian. Pemanfaatan sumber daya di sektor pertanian
yang dinilai cukup melimpah ini dapat menjamin ketahanan pangan bagi penduduk.
Salah satu komoditas pertanian yang merupakan bagian dari bahan pokok pangan di
Indonesia yaitu komoditas padi. Padi merupakan bahan makanan pokok bagi
sebagian besar penduduk Indonesia.
Tanaman padi adalah tanaman penghasil beras yang digunakan
sebagai bahan pangan utama penduduk Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa
beras merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat dominan di Indonesia yang
memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi komoditas strategis. Dengan
jumlah penududuk pada saat ini, ketersediaan beras memegang peranan penting
bagi ketahanan pangan.
Penyediaan beras di Indonesia masih menghadapi beberapa
kendala yang berkaitan dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang
disebabkan oleh: konversi lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas
dan kesuburan tanah, terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air irigasi
akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber daya air, serta tidak
pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global. Sehingga, untuk memenuhi
kebutuhan beras salah satu cara adalah kecenderungan melakukan impor.
Dengan demikian, melihat situasi yang saat ini cukup ironis,
maka perlu di adakan penemuan-penemuan baru dan perkembangan yang terbaru di
sektor pertanian. Hal ini dimaksudkan agar kondisi pertanian yang cukup ironis
tersebut dapat segera teratasi dan diperbaiki dengan segera. Apabila dilihat
dari situasi yang sekarang ini, cukup banyak perkembangan yang dilakukan
diantaranya semakin banyaknya ditemukan cara – cara budidaya terkini dan
terbaru di sektor pertanian. Salah satu perkembangan terbaru di bidang pertanian
yaitu adanya system peningkatan padi atau dikenal dengan istilah System of Rice Intensification
(SRI).Oleh karena itu dalam upaya memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi
dalam negeri dan menekan serta menghilangkan impor beras adalah melalui ekstensifikasi
dan intensifikasi lahan tanaman padi dengan penerapan inovasi teknologi
budidaya padi. Inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produksi padi salah
satunya dengan pendekatan teknologi System
of Rice Intensification (SRI).
System of Rice Intensification
(SRI) merupakan teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi
dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air, dan unsur hara. Metode
ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktivitas padi di beberapa tempat
antara lain Indonesia, Kamboja, Laos, Thailand, Vietnam, Bangladesh, Cina,
Nepal, Srilanka, Gambia, Madagaskar dan lainnya. Demikian halnya dengan
penerapan System of Rice Intensification(SRI)di
Desa Olean Kabupaten Situbondo. Desa Olean merupakan salah satu desa yang
menerapkan cara tanam dengan menggunakan System
of Rice Intensification(SRI).
Menurut petani desa setempat, penerapan sistem tersebut tegolong cukup baik
untuk dilakukan secara berlanjut. Hal ini dikarenakan pada penerapan sistem
tersebut dapat meningkatkan dan memperbaiki produktivitas padi sehingga dapat
panen dengan hasil yang lumayan melimpah.
Namun dalam penerapan sistem ini,juga tidak bisa lepas dari
peran serta pemerintah. Bagi para petani peran serta pemerintah setempat
merupakan hal yang cukup penting. Tanpa peran serta pemerintah di Desa Olean,
maka penerapan metode ini tidak akan berjalan dengan baik dan lancar. Oleh
karena itu, peran serta pemerintah hendaknya akan terus diperlukan sehingga
peran pemerintah dalam membantu petani di Desa Olean dalam mengelolah tanaman
padi dengan menggunakan System of Rice
Intensification(SRI)dilakukan secara berlanjut atau berkesinambungan.
4.3 Dampak Program SRI
Terhadap Pertanian Di Desa Olean Kabupaten Situbondo
Petani di Desa Olean mayoritas menanam padi sebagai
sumber penghasilannya. Pemerintah di Desa Olean berusaha untuk membantu para
petani agar usaha budidaya padi di Desa Olean memiliki produktivitas yang
tinggi. Pemerintah memiliki program yaitu System
of Rice Intensification (SRI). System
of Rice Intensification (SRI)
adalah teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi
dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.
Program
System of Rice Intensification (SRI) ini memiliki dampak yang
baik bagi usahatani padi di Desa Olean, yaitu meningkatkan produktivitas,
menghemat penggunaan saprodi serta meningkatkan pendapatan petani desa Olean.
Melalui teknologi yang digunakan pada budidaya padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) diperoleh hasil yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan sistem konvensional. Peningkatan
produksi/produktivitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan padi lebih
banyak. Melalui paket teknologi yang digunakan pada dasarnya memungkinkan
terbentuknya anakan yang lebih banyak daripada sistem konvensional. Jumlah
anakan pada metode SRI berkisar 30-40 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional
berkisar 25-30 anakan/rumpun. Jumlah anakan yang cukup banyak,
menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat
memungkinkan hasil gabah lebih tinggi. Hampir semua jenis padi yang
ditanam memberikan peningkatan produksi terutama bagi petani yang telah
melakukan pola System of Rice
Intensification (SRI) lebih dari
dua kali tanam.
Penerapan
pola System of Rice
Intensification (SRI) lebih ditekankan pada pola
penghematan dalam penggunaan air. Namun demikian secara bertahap pola System of Rice Intensification (SRI) telah mendorong pada substitusi penggunaan input produksi
usahatani, seperti penggunaan pupuk organik dan pestisida yang sebelumnya
dipergunakan oleh sebagian besar petani desa Olean. Melalui pemahaman usahatani
padi System of Rice
Intensification (SRI) sebagai padi organik dengan
mempergunakan pupuk organik, selain bebas residu kimia bagi kesehatan tubuh
manusia, juga secara langsung mendukung penyehatan tanah dan lingkungan.
Model
System of Rice Intensification
(SRI) mampu menghemat saprodi berupa benih, pupuk dan
air. Kebutuhan pengairan yang sedang maka kebutuhan jumlah air per hektar
mengalami penurunan sangat drastis. System of Rice Intensification (SRI)
tidak merekomendasikan penggunaan pupuk kimia, sehingga akan mengurangi
biaya tunai petani desa Olean. Dampak yang
dirasakan dari penerapan teknologi System of Rice Intensification (SRI) adalah tingginya produksi padi yang dihasilkan jika
dibandingkan dengan cara konvensional, makin tinggi produksi maka nilai jual
padi juga makin besar, sehingga keuntungan yang diperoleh petani desa Olean
juga lebih besar, dan ini tentunya akan meningkatkan pendapatan petani desa Olean.
Keuntungan yang lebih besar akan diperoleh petani apabila memproduksi sendiri
kompos dan mikro organisme lokal.
BAB
5. GAGASAN PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan perkembangan program System of Rice Intensification (SRI) untuk
meningkatkan produktivitas tanaman padi di Desa Olean Kabupaten Situbondo. Usahatani
padi sawah organik metode SRI adalah usahatani padi sawah irigasi secara
intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui
pemberdayaan kelompok tani dan kearifan lokal serta berbasis pada kaidah ramah
lingkungan. maka perlu pengembangan petani untuk mendukung program yang
berkelanjutan sebagai berikut :
1. Keadaan
petani yang masih lambat dalam mengikuti program: Untuk mengembangkan pertanian
maka harus ada cara untuk mencapai tujuan pertanian tersebut, cara tersebut
bukan hanya program yang jelas dalam mencapai tujuan tetapi juga faktor-faktor
yang terlibat dalam melakukan program itu sendiri, seperti petani. Petani di
Desa Olean masih tergolong petani yang masih lambat dalam menerima progam ini
karena petani di Desa Olean dalam menjalankan program SRI mengalami hambatan
dalam penerimaan informasi oleh petugas penyuluhan, oleh karena itu sebagai
pemecah dari penghambat pelaksanaan program yang telah direncakan maka dihimbau
supaya sering melakukan pelatihan kepada petani yang mengikuti program SRI
tersebut.
2. Pihak yang berperan dalam pengembangan Program
SRI: Petani harus bisa lebih terbuka menerima progam baru yang akan diterpakan
dalam pengembangan pertanian di wilayahnya. Peran Kelompok Tani dan juga
Gapoktan di Desa Olean harus lebih maksimal dalam menerapakan progam yang akan
dijalankan. Pemerintah memberikan penyuluhan melalui PPL yang menginformasikan
tentang adanya program System of rice
intensivication, demikian yang dilakukan PPL agar program tersebut jalan di
Desa Olean PPL sering memantau perkembangan dari Program tersebut.
3. Dampak
adanya Progam Sri: Program System of Rice Intensification (SRI) ini memiliki dampak yang baik bagi
usahatani padi di Desa Olean, yaitu meningkatkan produktivitas, menghemat
penggunaan saprodi serta meningkatkan pendapatan petani desa Olean. Melalui
teknologi yang digunakan pada budidaya padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) diperoleh hasil yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan sistem konvensional. Peningkatan produksi atau
produktivitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan padi lebih
banyak. Melalui paket teknologi yang digunakan pada dasarnya memungkinkan
terbentuknya anakan yang lebih banyak daripada sistem konvensional.
Pengembangan System of rice intensification merupakan program
pemerintah yang dilakukan dibeberapa daerah, khususnya di daerah Situbondo
yaitu terutama pada Desa Olean
Kabupaten Situbondo. Program System
of rice intensification ini lebih dikenal dengan sebutan SRI oleh
masyarakat di Desa Pakusari, sedangkan perjalanan SRI sendiri di Desa Olean
dalam pengembangkannya yang dilakukan oleh petani mengalami beberapa hambatan
seperti pengolahan modal, perubahan iklim yang tidak menentu, kurang lancarnya
ditribusi saprodi, transportasi untuk mengangkut hasil panen masih sempit dan
sumber daya manusia yang masih butuh pelatihan lebih mendalam lagi.
Program yang diberikan oleh pemerintah sudah banyak, namun dari semua
program yang diberikan oleh pemerintah hanya berjalan beberapa saat saja dan
setelah itu program tersebut tidak digunakan lagi. Bukan karena program
tersebut dalam meningkatkan produksi khususnya padi tidak berhasil, namun
sulitnya menerapkan program tersebut karena adanya beberapa faktor penghambat
dalam melakukan dan melanjutkan program tersebut. Faktor penghambat tersebut
seharusnya lebih diperhatikan lagi dalam menerapkan program yang direncanakan
supaya program yang dapat meningkatkan produktivitas padi dapat berlangsung
terus-menerus sesuai dengan tujuan program.
Berdasarkan faktor
pendukung dan faktor penghambat berikut
ini,
program pengembangan System of rice intensification Desa Pakusari menggunakan analisis FFA (Force Field Analysis).
Faktor pendorong
strategi program pengembangan System of rice intensification Desa Olean.
1. Dukungan
dari dinas pertanian
2. Harga
jual tinggi
3. Petani
sudah berorientasi pada provit
4. Produktivitas
yang tinggi
5. Pendapatan
tinggi
Faktor penghambat
Pengembangan System of rice intensification Desa Olean.
1. Pemanenan
dengan cara tradisional
2. SDM
rendah
3. Perubahan
iklim yang tidak menentu
4. Lambatnya
saluran saprodi
5.
Transportasi sulit menuju lahan
Tingkat Urgensi Faktor
Pendorong dan Faktor Penghambat pada program pengembangan System of rice
intensification Desa Olean Kecamatan Situbondo Kabupaten Situbondo.
Faktor
Pendorong
No.
|
Faktor Pendorong
|
Tingkat Komparasi Urgensi
|
NU
|
||||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
D5
|
|||
1
|
Dukungan dari dinas
pertanian
|
|
2
|
3
|
4
|
3
|
3
|
2
|
Harga jual tinggi
|
2
|
|
4
|
4
|
5
|
5
|
3
|
Petani sudah
berorientasi pada provit
|
3
|
4
|
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Produktivitas yang
tinggi
|
4
|
4
|
4
|
|
5
|
4
|
5
|
Pendapatan yang
tinggi
|
3
|
5
|
4
|
5
|
|
4
|
TOTAL URGENSI
|
|
|
|
|
|
20
|
Faktor
Penghambat
No.
|
Faktor Penghambat
|
Tingkat Komparasi Urgensi
|
NU
|
||||
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
|||
1
|
Pemanenan dengan cara tradisional
|
|
4
|
1
|
1
|
4
|
4
|
2
|
SDM rendah
|
4
|
|
1
|
4
|
1
|
4
|
3
|
Perubahan iklim tidak
menentu
|
1
|
1
|
|
1
|
1
|
2
|
4
|
Lambatnya saluran
saprodi
|
1
|
4
|
1
|
|
5
|
4
|
5
|
Transpotasi sulit
menuju lahan
|
4
|
1
|
1
|
5
|
|
4
|
TOTAL URGENSI
|
|
|
|
|
|
18
|
No.
|
Faktor
Pendorong
|
NU
|
BF
|
%
|
ND
|
NBD
|
NK
|
TNK
|
NRK
|
NBK
|
TNB
|
FKK
|
||||||||||
D1
|
D2
|
D3
|
D4
|
D5
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
|||||||||||||
D1
|
Dukungan dari dinas
pertanian
|
3
|
0,15
|
15
|
5
|
0,75
|
|
2
|
3
|
4
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
26
|
3,25
|
0,4875
|
1,2375
|
1
|
|
D2
|
Harga jual tinggi
|
5
|
0,25
|
25
|
4
|
1
|
2
|
|
4
|
4
|
5
|
4
|
3
|
4
|
3
|
3
|
32
|
4
|
1
|
2
|
5
|
|
D3
|
Petani sudah
berorientasi pada provit
|
4
|
0,20
|
20
|
3
|
0,60
|
3
|
4
|
|
4
|
4
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
31
|
3,875
|
0,775
|
1,375
|
2
|
|
D4
|
Produktivitas yang
tinggi
|
4
|
0,20
|
20
|
4
|
0,80
|
4
|
4
|
4
|
|
5
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
31
|
3,875
|
0,775
|
1,575
|
3
|
|
D5
|
Pendapatan yang
tinggi
|
4
|
0,20
|
20
|
4
|
0,80
|
3
|
5
|
4
|
5
|
|
4
|
3
|
3
|
2
|
3
|
32
|
4
|
1
|
1,8
|
4
|
|
|
20
|
1
|
100%
|
|
|
|||||||||||||||||
Faktor Penghambat
|
||||||||||||||||||||||
H1
|
Pemanenan dengan cara tradisional
|
4
|
0,22
|
22
|
4
|
0,88
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
|
4
|
1
|
1
|
4
|
24
|
3
|
0,66
|
1,54
|
3
|
|
H2
|
SDM rendah
|
4
|
0,22
|
22
|
3
|
0,66
|
4
|
3
|
4
|
3
|
3
|
4
|
|
1
|
4
|
1
|
24
|
3
|
0,66
|
1,132
|
2
|
|
H3
|
Perubahan iklim tidak menentu
|
2
|
0,12
|
12
|
3
|
0,36
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
1
|
1
|
|
1
|
1
|
20
|
2,5
|
0,9
|
1,26
|
1
|
|
H4
|
Lambannya saluran saprodi
|
4
|
0,22
|
22
|
3
|
0,88
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
1
|
4
|
1
|
|
5
|
25
|
3,125
|
0,6875
|
1,5675
|
4
|
|
H5
|
Transportasi sulit menuju lahan
|
4
|
0,22
|
22
|
3
|
0,88
|
4
|
3
|
3
|
2
|
3
|
4
|
1
|
1
|
5
|
|
26
|
3,25
|
0,715
|
1,595
|
5
|
|
|
18
|
11
|
100%
|
|
|
|||||||||||||||||
Strategi
Pengembangan:
Berdasarkan
diagram medan kekuatan, maka dapat direkomendasikan bahwa pengembangan System
of rice intensification dalam meningkatkan
produktivitas padi untuk memenuhi ketahanan pangan yaitu dengan memaksimalkan mahalnya harga gabah hasil
budidaya dengan metode SRI di Desa Olean. Dapat dilakukan pula dengan strategi menekan
hambatan pada point 2 yaitu meningkatkan kualitas sarana perhubungan menuju
lahan petani di Desa Olean.
Hasil FFA menunjukan bahwa infrastruktur jalan menjadi penghambat utama dari program SRI ini , karena
jika infrastruktur jalan tidak memadai maka penyaluran
hasil panen maupun saprodi tidak akan efisien. Pada ahirnya menyebabkan program tersebut tidak akan
berjalan sesuai tujuan yang direncanakan.
BAB
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
1. Kondisi
pertanian padi di Desa Olean tergolong cukup baik. Mendukung adanya upaya
pengembangan pertanian pemerintah yang mencanangkan program “Go Organic 2010”.
2. Menurut
petani Desa Olean Kabupaten Situbondo, penerapan progam System of Rice Intensification (SRI) tersebut tegolong cukup baik
untuk dilakukan secara berlanjut. Hal ini dikarenakan pada penerapan sistem
tersebut dapat meningkatkan dan memperbaiki produktivitas padi sehingga dapat
panen dengan hasil yang lumayan melimpah.
3. Program System
of Rice Intensification (SRI) memiliki dampak yang baik bagi usahatani padi di Desa Olean,
yaitu meningkatkan produktivitas, menghemat penggunaan saprodi serta
meningkatkan pendapatan petani desa Olean.
6.2
Saran
1. Sebaiknya
program System of Rice Intensification
(SRI) ini terus dilaksanakan
oleh petani di Desa Olean, karena program ini dapat berdampak positif dengan
produktivitas petani dan juga pendapatan petani.
2. Perlu
adanya peningkatan kerjasama antara petani dengan pihak yang terlibat dalam
program System of Rice Intensification
(SRI) di Desa Olean Kabupaten Situbondo.
3. Adanya
perluasan progam System of Rice
Intensification (SRI) agar tidak hanya pertanian di Desa Olean saja yang
dapat lebih berkembang tetapi seluruh petani di Situbondo bahkan sampai pada
pelosok Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar